Kamis, 23 Desember 2010

ISLAM DI ERA GLOBALISASI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Apakah islam itu ? islam adalah agama Allah yang diturunkan kepad nabi Muhammad dengan ajaran pokoknya adalah berupa keyakinan atas adanya tuhan yang tunggal (tauhid), dan seperangkat peraturan – peraturan untuk hidup (syari’at). Yang selanjutnya disebarkan kepada umatnya di seluruh dunia.
Nabi muhmmad telah meerima wahyu dari Allah SWT baerupa kitab suci Alqur’an, yang kemudian diampaian kepada umatnya persis seperti apa yang ia peroleh dari wahyu yang diturunkan kepadanya. Beliau menjelaskan ayat – ayat yang diterimanya dar wahyu tersebut yang berisi penjelasan tentang ayat – ayat tersebut, tujuan dari ayat – ayat tersebut dan lalu diterjemahkan dalam kehidupan sehari – hari yang kemudian di ajarkan kepada umatnya sehingga menyebarlah ajaran islam tersebut.
Dalam hal penyampaian ajaran tersebut, ada yang namanya mutawattir, yakni pengajaran agama yang dilakukan dari generasi ke genarasi dan proses penyampaianya diakukan dimuka umum atau diketahui secara umum, sehingga tidak diragukan lagi kebenarannya.
Aqidah (kepercayaan) adalah bidang teori yang yang wajib di akini terlebih dahulu sebelum yang lain. Kepercayaan itu hendaknya bulat dan penuh tdak kurang satu apapun dan tiada bercampur dengan hal – hal yang lain. Didalam ber –aqidh, hendaklah menurut keterangan – keterangan yang ada di dalam alqur’an serta telah menjadi kesepakatan oleh kaum muslimin sejek pertama kali islam itu turun, yakni pada zaman rosulullah .
Aqida merupakan pokok dari ajaran agama islam, ada beberapa hal pokok dalam aqidah, yakni : wujud (ada), wahdaniat (ke esaan Allah), adanya malaikat, adanya roul, adanya kitab suci, adanya hari kiamat dan adanya qodho’ dan qodar.






BAB II
METODE MENETAPKAN AQIDAH
A. Taklif : Ilmiyah Dan Amaliyah (Teori Dan Praktek)
manusia memiliki dua kekuatan yang pertama nazariah (penyelidikan) puncaknya mengenal hakikat sesuatumenurut keadaan yang sebenarnya. Kedua amaliah (tindakan ) oleh sebab itu taklif (beban kewajiban) ada dua macam pula yakni pengetahuan dan perbuatan. Para sarjana pan pra ulama islam menamakan taklif (pikulan kewajiban). Yang berhubungan dengan istilah aqidah atau pokok agama, sedang taklif (pikulan) yang berhubungan dengan amal perbuatan yang biasa di kenal degan istilah syari’at atau cabang.
B. Tuhan Menggariskan Aqidah
hakikat yang mungkin diketahui manusia itu banyak , I antaranya ada yang tidak bertali rapat dengan keberuntungan hidup yang di maksud oleh Allah selaku syari’ (pembuat aturan) oleh sebab itu hikmat tuhan memutuskan untuk memberikan keterangan di sekitar yang wajib mereka imani untuk memperoleh keberuntungan itu.
Tuhan telah menggariskan persoalan tersebut dengan terang dan menuntut supaya manusia mempercayainya. Iman (kepercayaan ) yang dimaksud adalah I’tikad dengan kebulatan hati dan sesuai dengankeadan yang sebenarnya serta berdasarka tas dalil (alasan)
C. Cara Menetapkan Aqidah
adapun ulama – ulama yang menyatakan bahwa dalil nakli dapat mananamkan keyakinan dan memantabkan aqidah, mereka mengemukakan dua syarat : yang pertama yakni pasti benar atau pasti kebenarannya, yang kedua adalah pasti (tegas) tujuannya. Ini berarti bahwa dalil itu benar – benar datang dn berasal dai rosulullah SAW tanpa ada keraguan.yang demikian itu hanya terdapat pada keteangan mutawattir. Pasti tujuannya berarti bahwa dalil naqlimemiliki makna yang tepat dan tegas. Itu hanyabisa erjadi bila dalil – dalil itu tidak mungkin mempunyai pengertian ganda. Dalil nakli yang demikian dapat menetapkan keyakinan dan wajar untuk menumbuhkan akidah yang kuat.
Contoh – contohnya yang sampai kepda kita adalah ayat – ayat alqur’an yang memberitahukan persoalan tauhid(ke esaan tuhan) riwayat (pengiriman rosul - rosulnya) , hari kiamt dan seterusnya.pokok – pokok ajaran agama yang lainnya yang berupa ayat - ayat alqur’an yang jelas dan jelas pengertiannya.
D. Aqidah – Aidah Pokok Dalam Islam
aqidah – aqidah yang disebutkan diatas tersebut merupakn kpercayaan yang utama bagi umat islam dan islampun menetapkan pula bahwa aqidah – aqidah itupun menjadi asas dari agama – agama tuhan. Dengan demikian agama – agama yang pada hukumnya adalah agama – agama yang batal, yang tidak di anggap agama sama sekali. Maka islam mengingkari paham ateis sang maha pencipta. Disamping itu dipun mengingkari pula terhadap orang – orang yang tiada percaya kepada malaikat, kitab –kitab Allah dan hari kemudian sebagai tidak adanya keimanan mereka sama sekali.. dan islam menyeru orang – orang itu seluruhnya supaya menganut kepercayaan –kepercayaan tersebut berdasarkan penyelidikan akal dan keterangan – keterangan logika.
E. Qur’an Dan Ketetapan Aqidah
berdasarkan prinsip yang kita sebutkan tadi, teranglah bahwa jalan satu – satunya untuk menetapkan aqidah ialah Alqu’anul karim
(qur’an yang mulia). Itu pabila ayat ayatnya pasti dan tegas tujuannya (tidak mengandung penertian ganda), seperti ayat – ayt yang telah kami sebutkan tentang menetapkan wahdaniat (ke esaan tuhan), risalah dan akhirat.
Jadi ketetapan aqidah atau tidaknya dengan qur’an itu bergantung pada ketegasan dilalah (tujuannya) tegas (tidak ada kemungkinan dua pengertian). Dan tentng kepastian sumber Alqur’an sampai kepada kita persis sebagaimana di turunkan Allah, dengan cara mutawattir, pemberitaan masa dari satu angkatan ke angkatan lain.
F. Sunnah Dan Ketetapan Aqidah
Tadi telah di uraikan bahwa aqidah itu tidak dapat di tetapkan melainkan dengan keterangan yang pasti sumbenya dan tgas tujuannya. Bertalian dengan itu pelu diterapkan ola prinsip yang menentukan sunah itu qothi (pasti) atau dhonni (kurang pasti) terlebih dahulu yang perlu di erhtikn dalam hal keadaan sunnah ini kurang pasti ialah dari dua segi : sumbernya dan tujuannya
Dalam tujuan ini terdpat tiga kemungkinan :
keraguan apakah hubungan riwayat hadist itu sampai pada rosulullh ataukah tidak ini namanya “tidak sumbernya”
keraguan akan tujuannya, bias kepada dua taukah tiga pengertian. Ini namanya “tidak jelas tujuannya”
keraguan dalam dua hal tersebut. “sumber dan tujuannya”
aqidah islam tidak dapat ditetapkan dengan hadist ketiga macam itu. orang yang memungkiri aqidah yang ditetapkan berdasarkan dasar hadist yang dpat menetapkan aqidah dan yang boleh dijadikan alaan untuk aqidah ialah hadist yang besumberpasti dan bertujuan tegas.
G. Ijmak Sebagai Sumber Ketetapan Aqidah
pendpat pra ulam tentang “uma”. Saya tidak mengetahui sesuatu yang telah termashur diantara orang ramai bahwa ia adalah orang salah satu pokok dari pada pokok- pokok syari’atdi dalam islam. Lalu dialah oleh pendapat – pendapat ulama dan berselisihlah sesuda itu pandangan madhab – madhabdari seginya. Seperti pokok – pokok perundangan islam yang di sebut “uma” ini,yang pada dasarnya para ulama itu telah berselisih mengenai hakikatnya. Da sebgian dari mereka berpendapat bahwa ijma’ itu merupakan persesuaian semua paara mujtahid dri ummat nabi Muhammad SAW, pada suatu masa mengenal ukum syara’. Kemudian golongan lain berpendapat bahwa ijma’ itu adalah : hanya persesuaian pendpat sebagian besar golongn muj tahidin saja. Dan disamping itu ada juga golonan yang berpendapat bahwa ijma’ itu adalah persesuaian golongan mujtahidin tertentu saja.
Kemudian mereka itu berselisih fahm tentang golongan itu, golongan mnakah dia ? ada yang berkata “itu golongan saabat” dan ada pula yang mengatakan “itu adalahpenduduk madinah”, keluarga rosulullah sendiri, atau kedua sahabat abu baker dan umar, disamping itu ada juga yang mengatakan bahwa golongan itu adalah imam – imam yang empat itu “syafi’I, hambali,hanafi dan malik” dan lain seterusya.
Orang – orang yang mengatakan bahwa ijma’ itu adalah kesepakatan semua para ulama, berselisih pula megenai : “apakah ijma’ dengan pengertian yang seperti itu bisa di gambarkan trjadinya” . ssuksh memang ijma’ itu memang tidak mungkin terjadi. Atau mungkin uma itu tidak mungkin terjadi karena ijma’ itu tidak mempunyai ukuan yang teang, yang di sepakati diantara para ulama, karena pada mujtahidin itu tidak hanya terbtas pada suatu neeri atau pda stu daerah saja.
Orang yng mengatakan mungkinnya uma yang demikian tadi dapat menggambarkan terjadinya, mereka inipun berbeda pendapat pula dengan mengatakan : adakah mungkin mengetahui ijma’ yang demikian? Dan dari pada orang yang mengatakan tidak mungkin ialah Imam Ahmad RA, yang berkata dalam salah satu dua riwayatnya yang di ceritakan orang dari beliau: barang siaa yang mendakwahkan adanya ijma’ itu dia adlah orang pendusta.
Orang – orang yang mengatakan mungkin mengetahui ijma’ dan mengenalnya berlainan pndangan pula tentang apakah ijma’ itu dapat di jadikan dalil hukum agama, hingga menadi kewajiban setiap muslim untuk melakukan amalan dengan landasan ijma’ terebut ataukah ijma’ terebut tidak merupakn dalil syara’, hingga tiada wjib bermal dengan landasan ijma’ tersebut.
Kemudian berselisi ula ulama – ulama yang mengatakan bahwa ijma’ itu merupakan dail hukum syara’. Apakah dalil itu merupakan dall pasti yang nantinya dapat menjauhi hukum kafir bgi oang yang mengingkarinya?. Ataukah hanya dalil angkaan saja, hingga tidak di kafirkan orang tersebut? Dan apkh iwajibkan beramal disyarakanharus dengan ijma’ dan itu disampaikan kepada kita dengan jalan mutawatir ? ataukah cuup aja disampaikan saja dengan cra perserangan saja. Apakah di syartkan jumlah orang yang di syaratkan itu harus sama dengan orang – orang yang mutawattir, ataukah hal itu tidak di syaratkan? Dan adakah di syratkan juga bahwa semua orang yang mengadakan kesepakatan itu bahwa mereka mengeluarkan sesuatu hukum baik secara lisan ataupun tulisan. Ataukah tidak disyaratkan halyang semacam itu hingga cukuplah keterangan dari sebagian mereka dan yang lain mendengarkan sambil berdiam diri.
Sebagaimana mereka itu berselisih fahm megenai hakekat uma dan cara keterangannya, mereka itu berselisih pendapat pula mengenai nilai – nilai hukum yang terkandung di dalamnya, maka berkatalah satu golongan : bahwasannya uma itu merupakan dalil untuk masalah – maalah ilmu dan amal seluruhnya.
Dan berkatalah golongan lain : ijma’ itu hanyalah alas an untuk soal – soal saja dan dari pada persoalan itu seluruhnya teranglah bahwa nilai ijma itu pada dasarnya tidaklah di ketahui dengan dail yang pasti.apalagi hukum yang akan di tetapkan dengan ijma’ itu sndiri yang katanya mesti diketahui dengan dalilyang pasti.lalu dapat di kafirkan orang yang mengingkarinya.
H. Tersiarnya Hakikat Uma Itu Didalam Masalah
Barangkli peselisihan ulama dalam masalah umamenurut cuntoh yang kami kemukakan di atastadi menggambarkan kepada kita suatu kenyataan yang tersiar di dalam kitab – kitab golongan ulama itu, yaitu yang meupakan haika ijma’ di dalam banyak persoalan yang terbukti bahwa dia merupakan wadah pertikain diantara para ulama. Dn yang demikian itu terjadi dari segi tiap – tiap orang yang meng hikayatkanya adanya ijma’ didalam suau persolan yang menjadi tempat erselisihan dia membina hikayatnya atad dasar yang di fahaminya sendiri atau menurut yang di fahami imamnya atau golongannya. Tentang arti ijma’ serta apa – apa yang cukup untuk membuktikannya.
Meskipun dapan di jupai sebab didalam kenyataan ersebut tetapi asih terpengaruh juga dengan kenyataan itu kebanyakan orang – orang yang datang kemudian, lalu tunduklah merekakepadnya dan erekapun memperluasnya guna menguatkan pendapat mereka dalam masalah jalannya talak tiga dengan suatu perkataan saja, dan haramnya daging kuda dan halalnya makan daging binaang dhob (sebangsa biawak padang psir) dan lain persoalan lagidan kita dapati pula mereka itu didalam ilmu uhul akhim (pokok – pokok hukum) menghikaytkan adanya ijma’ itu beramal dengan berdasarkannaihat, dan untuk mendhulukan akal daspada nash (al Qur’an tau hadist) ketika terdapat pertentangan dan juga tentang bolehnya beramal dengan kias. Dan kita dapati merek itu di dalam ilmu kalam, menghikayatkan adanya ijma’ untuk dapat melihat Allah dengan pengelihatan mata dan entang akan lahirnya Al- mahdi dan da-jal, dan tentang akan munculnya Isa Almasih dan yang lain –lainnya dari masalah ilmih dan amaliahdimna terdapat peselisihan faham dan bukanlah masalah masalah tersebut bukanlah masala – masalah yang harus diyakini dan di sepakati.
Sesngguhnya mereka itu sanggup untuk membatasi atau mengikat mslh – masalh tersebut dengan ijm’ golongan atau madzab. Aka tetapi mereka sengaja memperluas pengertian tntang ijma’ itu supaya dapat mewajibkan kepada lawan – lawannya akibat dari menentang ijma’ itu sebagaimana yang diketahui orng banyak seperti menyimpang dari jalan kaum mukminin, megingkari Allahdan rosul –Nya melanar kesepakatn umt dan lain sebagainya yang dapat menyusahkan seorang mulimserta takut di kenal dengan sifat – sifat tersebut dikalangan orang ramai. Dan kerap kali kitalihat bahwa mereka itu d kalangan orang – orang ramai. Dan kerap kalai kita lihat bahwa mereka iotu mengiringihikayat ijma’ mereka dengan perkataan “tidak ada artinyatentang syi’ah dengan khwarij” atau tantang mu’tazilah dan jamhiyah, dan lain sebagainya, dari pada ibarat yang menakutkan. Dan engan ini engganlah kebanyakan ulama buat menyatakan pendirian mereka didalam sebagian besar persoalan mrupakan wadah perselisihan pham karena menjaga reputasikeagamaan mereka, maka terhentilah ilmu pengetahuan dan dihambatkan akal dari pada kelezatan pembahasan dan terhalanglah kaum musliminuntuk mencapai apa – apa yang memberi mnfatt kepada mereka didalam kehidupan ilmiah dan amaliyahnya.
Dapun ontoh contoh orang yang menghikayatkan adanya ijma’ dalam pesoalan – persoalan yang di perselisihka itu , berkatalah ibnu Hamim : cukuplah menenai kerusakan yang di timbulkannyabahasannya kita mendapati mereka di dalam banyak persoalan yang banyak mereka hadapi meninggalkan apa yang namanya ijma; itu. Dan mereka bertindak menangkal hal – hal yang itu ijma’ adalah karena ingkar dan keras kepala dimana alsan dan keterangan – keteranga yang kuat menantang pendapat – pendapat mereka.


























BAB III
ANALISIS
Menurut analisis yang saya lakukan manusia memiliki dua kekuatan yang pertama nazariah (penyelidikan) puncaknya mengenal hakikat sesuatu menurut keadaan yang sebenarnya. Kedua amaliah (tindakan ). oleh sebab itu taklif (beban kewajiban) ada dua macam pula yakni pengetahuan dan perbuatan.
Yang pertama nazariyah atau kemampuan penyelidikan, di mana manusia mempunyai kemampuan untuk memikirkan tentang aqidahnya itu, dengan memikirkan aqidah tersebut diharapkan nantinya akan memmperoleh aqidah yang mantap yang di dalamnya sudah melalui prosrs pemikiran yang mendalam. Dan hal itu akan terwujud dalam taklif atau tindakan, dimana tindakan yang ia lakukan harus sesuai dengan aqidah yang ia cari.
Dalam penatapan aqidah hendaknya kita sebagai manusia biasa tidaklah secara serampangan saja, karena aqidah adalah hal yang vital dalam hal keyakinan, kita harus mempunyai ;andasan yng kuat yakni Al-qur’an dan alhadist, hadist disini harus jelas sanatnya dan tidak terputus. Ada banyak salah pengertian dalam masyarkat, dimana banyak yang menyamakan antara pengertian antara hadist dan sunnah. Padahal sunnah berarti tindakan tindakan rosulullah dalam hidupnya, sementara hadist itu adalah perkataan rosulullah yang di catat oleh para sahabatnya.
Ada lagi cara kita ketika menentukan aqidah selain dari al-qur’an dan al hadist, yakni dengan ijma’, yaitu melalui pemikiran para ulama yang tentunya secara mendalam dan tidak serampangan dan berdasar pada alqur’an dan alhadist, tetapi ketika itu menghadapi konteks social yang berbeda sehingga memerlukan pengkajian ulang yang sesuai dengan konteksnya.









BAB III
KESIMPULAN
Aqidah ini merupakan ruh bagi setiap orang, dengan berpegang teguh padanya itu akan hidup dalam keadaan yang baik dan menggembirakan , tetapi dengan meningalkan itu maka mtilah semangat kerohanian manusia. Ini adlah bgaikan cahaya yang apabil seseorang itu buta dari padanya maka pastilah ia akan tersesat dalam liku – liku kehidupanya , malahan tidak mustahil bahwa ia akan terjerumus kedaam lembah – lembah kessesatn yang amat dalam sekali.
Memang aqidah adalah sumber dari rasa kasih sayang yang terpuji, I adalah tempat tamannya perasaan – perasaan yang indah dan luhar.juga sebagai tampat tumbuhnya akhlak yang miliadan utama. Sebenarnya tidak suatu keutamaanpun , melainkan pasti bersumber dari situ, dan tidak satupun malainkan pasti bersumber dari pada-Nya.
Aqidah adalah yang menjadi perintis atau pendorong dari amal – amal perbuatan yang salih itu jadi qidahh di umpamakan sebagai hal yang pokok yang dari situlah muncul beberapa cabang atau sebagai fundamen landasan paling dasar di bah bangunan ilmiah dan amaliyah didirikan.

1 komentar:

  1. bagus...
    tapi seharusnya definisi islam di jabarkan dalam bentuk lughowi dan dalam bentuk istilahi........
    karena menurut aku semua orang sudah tahu pada islam yang di definisakan kamu

    BalasHapus